MAKALAH MOTIVASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana ini.
Makalah ini membahas tentang definisi motivasi, teori-teori motivasi, dan beberapa tips untuk memotivasi diri.
Pada akhirnya, saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan kita mengenai motivasi pada umumnya.
Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan-masukan yang sangat berarti bagi penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari makalah ini masih perlu disempurnakan lagi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dari para pembaca.
Jakarta, 09 November 2010
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Motivasi adalah suatu dorongan terhadap diri kita agar kita melakukan
sesuatu hal. Dorongan yang kita dapat itu bisa bersumber dari mana saja, entah
itu dari diri kita sendiri atu pun dari hal atau orang lain. Dorongan yang kita
sebut motivasi itu juga yang menjadi suatu sumber tenaga dalam kita mengerjakan
suatu hal agar kita mencapai suatu tujuan yang kita inginkan. Dalam hal ini
kegiatan yang kita lakukan dapat berbentuk negatif ataupun positif meskipun
motivasi kita semua awalnya “baik”.
Motivasi ada banyak jenisnya antara lain motivasi belajar, motivasi
berprestasi, motivasi agresi, motivasi berafiliasi, dll. Dalam hal ini motivasi
berprestasi yang akan menjadi topik utamanya. Hal itu dikarenakan motivasi
inilah yang sangat umum di masyarakat.
2. Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud motivasi....?
b. Bagaimana
contoh macam-macam motivasi.....?
c. Bagaimana
indikator motivasi......?
d. Bagaimana
pengukuran motivasi......?
3. Tujuan
Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian motivasi
b.
Untuk mengetahui macam-macam motivasi
dan dapat membedakan motivasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya
B.Teori – teori Motivasi
Motivasi merupakan sebuah konsep yang luas (diffuse), dan seringkali dikaitkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi energi dan arah aktivitas manusia, misalnya minat (interest), kebutuhan (need), nilai (value), sikap (attitude), aspirasi, dan insentif (Gage & Berliner, 1984).
Dengan pengertian istilah motivasi seperti tersebut di atas, kita dapat mendefinisikan motivasi belajar siswa, yaitu apa yang memberikan energi untuk belajar bagi siswa dan apa yang memberikan arah bagi aktivitas belajar siswa.
Secara umum, teori-teori tentang motivasi dapat dikelompokkan berdasarkan sudut pandangnya, yaitu behavioral, cognitive, psychoanalytic, humanistic, social learning, dan social cognition.
1.Teori-teori Behavioral
Robert
M. Yerkes dan J.D. Dodson, pada tahun 1908 menyampaikan Optimal Arousal
Theory atau teori tentang tingkat motivasi optimal, yang menggambarkan
hubungan empiris antara rangsangan (arousal) dan kinerja (performance).
Teori ini menyatakan bahwa kinerja meningkat sesuai dengan rangsangan
tetapi hanya sampai pada titik tertentu; ketika tingkat rangsangan
menjadi terlalu tinggi, kinerja justru menurun, sehingga disimpulkan
terdapat rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu (Yerkes &
Dodson, 1908).
Pada tahun 1943, Clark Hull mengemukakan Drive
Reduction Theory yang menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang muncul
mungkin bermacam-macam bentuknya (Budiningsih, 2005). Masih menurut
Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu
dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan
respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut
teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement
bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon
yang sesuai (Wortman, 2004). Lebih jauh Hull merumuskan teorinya dalam
bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan habit (arah)
sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:
Behaviour = Drive × Habit
Karena
hubungan dalam persamaan tersebut berbentuk perkalian, maka ketika
drive = 0, makhluk hidup tidak akan bereaksi sama sekali, walaupun habit
yang diberikan sangat kuat dan jelas (Berliner & Calfee, 1996).
Pada
periode 1935 - 1960, Kurt Lewin mengajukan Field Theory yang
dipengaruhi oleh prinsip dasar psikologi Gestalt. Lewin menyatakan bahwa
perilaku ditentukan baik oleh person (P) maupun oleh environment (E):
Behaviour = f(P, E)
Menurut
Lewin, besar gaya motivasional pada seseorang untuk mencapai suatu
tujuan yang sesuai dengan lingkungannya ditentukan oleh tiga faktor:
tension (t) atau besar kecilnya kebutuhan, valensi (G ) atau sifat objek
tujuan, dan jarak psikologis orang tersebut dari tujuan (e).
Force = f(t, G)/e
Dalam
persamaan Lewin di atas, jarak psikologis berbanding terbalik dengan
besar gaya (motivasi), sehingga semakin dekat seseorang dengan
tujuannya, semakin besar gaya motivasinya. Sebagai contoh, seorang
pelari yang sudah kelelahan melakukan sprint ketika ia melihat atau
mendekati garis finish. Teori Lewin memandang motivasi sebagai tension
yang menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya dari jarak
psikologis yang bervariasi (Berliner & Calfee, 1996).
2. Teori-teori Cognitive:
Pada
tahun 1957 Leon Festinger mengajukan Cognitive Dissonance Theory yang
menyatakan jika terdapat ketidakcocokan antara dua keyakinan, dua
tindakan, atau antara keyakinan dan tindakan, maka kita akan bereaksi
untuk menyelesaikan konflik dan ketidakcocokan ini. Implikasi dari hal
ini adalah bahwa jika kita dapat menciptakan ketidakcocokan dalam jumlah
tertentu, ini akan menyebabkan seseorang mengubah perilakunya, yang
kemudian mengubah pola pikirnya, dan selanjutnya mengubah lebih jauh
perilakunya (Huitt, 2001).
Teori kedua yang termasuk dalam
teori-teori cognitive adalah Atribution Theory yang dikemukakan oleh
Fritz Heider (1958), Harold Kelley (1967, 1971), dan Bernard Weiner
(1985, 1986). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu mencoba
menjelaskan kesuksesan atau kegagalan diri sendiri atau orang lain
dengan cara menawarkan attribut-atribut tertentu. Atribut ini dapat
bersifat internal maupun eksternal dan terkontrol maupun yang tidak
terkontrol seperti tampak pada diagram berikut.
Internal Eksternal
Tidak terkontrol Kemampuan (ability) Keberuntungan (luck)
Terkontrol Usaha (effort) Tingkat kesulitan tugas
Dalam
sebuah pembelajaran, sangat penting untuk membantu siswa mengembangkan
atribut-diri usaha (internal, terkontrol). Jika siswa memiliki atribut
kemampuan (internal, tak terkontrol), maka begitu siswa mengalami
kesulitan dalam belajar, siswa akan menunjukkan perilaku belajar yang
melemah (Huitt, 2001).
Pada tahun 1964, Vroom mengajukan Expectancy
Theory yang secara matematis dituliskan dalam persamaan: Motivation =
Perasaan berpeluang sukses (expectancy) × Hubungan antara sukses dan
reward (instrumentality) × Nilai dari tujuan (Value)
Karena dalam
rumus ini yang digunakan adalah perkalian dari tiga variabel, maka jika
salah satu variabel rendah, motivasi juga akan rendah. Oleh karena itu,
ketiga variabel tersebut harus selalu ada supaya terdapat motivasi.
Dengan kata lain, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat
sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara
aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar
yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat
dalam aktivitas belajar.
3. Teori-teori Psychoanalytic
Salah satu
teori yang sangat terkenal dalam kelompok teori ini adalah
Psychoanalytic Theory (Psychosexual Theory) yang dikemukakan oleh Freud
(1856 - 1939) yang menyatakan bahwa semua tindakan atau perilaku
merupakan hasil dari naluri (instinct) biologis internal yang terdiri
dari dua kategori, yaitu hidup (sexual) dan mati (aggression). Erik
Erikson yang merupakan murid Freud yang menentang pendapat Freud,
menyatakan dalam Theory of Socioemotional Development (atau Psychosocial
Theory) bahwa yang paling mendorong perilaku manusia dan pengembangan
pribadi adalah interaksi sosial (Huitt, 1997).
4. Teori-teori Humanistic
Teori
yang sangat berpengaruh dalam teori humanistic ini adalah Theory of
Human Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow
mengemukakan gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu deficiency needs dan growth needs. Deficiency needs
meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan akan
penghargaan. Dalam deficiency needs ini, kebutuhan yang lebih bawah
harus dipenuhi lebih dulu sebelum ke kebutuhan di level berikutnya.
Growth needs meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan estetik, kebutuhan
aktualisasi diri, dan kebutuhan self-transcendence. Menurut Maslow,
manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan hanya jika
deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow merupakan
cara yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan
kesempatan yang disediakan oleh lingkungan (Atkinson, 1983).
Teori
Maslow mendorong penelitian-penelitian lebih lanjut yang mencoba
mengembangkan sebuah teori tentang motivasi yang memasukkan semua faktor
yang mempengaruhi motivasi ke dalam satu model (Grand Theory of
Motivation), misalnya seperti yang diusulkan oleh Leonard, Beauvais, dan
Scholl (1995). Menurut model ini, terdapat 5 faktor yang merupakan
sumber motivasi, yaitu 1)instrumental motivation (reward dan
punishment), 2)Intrinsic Process Motivation (kegembiraan, senang,
kenikmatan), 3)Goal Internalization (nilai-nilai tujuan), 4)Internal
Self-Concept yang didasarkan pada motivasi, dan 5) External Self-Concept
yang didasarkan pada motivasi (Leonard, et.al, 1995).
5. Teori-teori Social Learning
Social
Learning Theory (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh
perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada
sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan,
atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama
dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement
dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan
fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement
merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu
(Berliner & Calfee, 1996).
6. Teori Social Cognition
Tokoh
dari Social Cognition Theory adalah Albert Bandura. Melalui berbagai
eksperimen Bandura dapat menunjukkan bahwa penerapan konsekuensi tidak
diperlukan agar pembelajaran terjadi. Pembelajaran dapat terjadi melalui
proses sederhana dengan mengamati aktivitas orang lain. Bandura
menyimpulkan penemuannya dalam pola 4 langkah yang mengkombinasikan
pandangan kognitif dan pandangan belajar operan, yaitu 1)Attention,
memperhatikan dari lingkungan, 2)Retention, mengingat apa yang pernah
dilihat atau diperoleh, 3)Reproduction, melakukan sesuatu dengan cara
meniru dari apa yang dilihat, 4)Motivation, lingkungan memberikan
konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku yang akan muncul lagi
(reinforcement and punishment) (Huitt, 2004).
C. Teori Curiosity Berlyne
Pada
tahun 1960 Berlyne mengemukakan sebuah Teori tentang Curiosity atau
rasa ingin tahu. Menurut Berlyne, ketidakpastian muncul ketika kita
mengalami sesuatu yang baru, mengejutkan, tidak layak, atau kompleks.
Ini akan menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistem syaraf pusat
kita. Respon manusia ketika menghadapi suatu ketidakpastian inilah yang
disebut dengan curiosity atau rasa ingin tahu. Curiosity akan
mengarahkan manusia kepada perilaku yang berusaha mengurangi
ketidakpastian (Gagne, 1985).
Dalam pembelajaran Sains, ketika guru
melakukan demonstrasi suatu eksperimen yang memberikan hasil yang tidak
terduga, hal ini akan menimbulkan konflik konseptual dalam diri siswa,
dan ini akan memotivasi siswa untuk mengerti mengapa hasil eksperimen
tersebut berbeda dengan apa yang dipikirkannya. Dengan demikian, keadaan
ketidakpastian yang diciptakan oleh guru telah menimbulkan curiosity
siswa, dan siswa akan termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam
dirinya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa curiosity merupakan hal
penting dalam meningkatkan motivasi. Sejarah juga membuktikan bahwa
curiosity memiliki banyak peran dalam kehidupan para penemu (inventor),
ilmuwan, artis, dan orang-orang yang kreatif.
Salah satu metode
pembelajaran yang melibatkan curiosity siswa adalah inquiry teaching.
Dalam metode ini, siswa lebih banyak ditanya daripada diberikan jawaban.
Dengan mengajukan pertanyaan, bukan hanya pernyataan-pernyataan,
curiosity siswa akan meningkat karena siswa mengalami ketidakpastian
terhadap jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut (Gagne, 1985).
D. Hipotesis
Berdasarkan
paparan teori-teori di atas, dapat diambil suatu hipotesis bahwa
terdapat kaitan yang erat antara peningkatan motivasi belajar siswa
terhadap penerapan metode inquiry dalam pembelajaran Sains.
III. Diskusi
Seperti
yang telah diteliti oleh Haury (Haury, 1993), salah satu manfaat yang
dapat diperoleh dari metode inquiry adalah munculnya sikap keilmiahan
siswa, misalnya sikap objektif, rasa ingin tahu yang tinggi, dan
berpikir kritis, Jika metode inquiry dapat mempengaruhi sikap keilmiahan
siswa, maka muncul pertanyaan apakah metode ini juga dapat mempengaruhi
motivasi belajar dalam diri siswa? Sesuai dengan teori curiosity
Berlyne, rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan memberikan motivasi
bagi siswa tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang dihadapinya; yang tidak lain adalah motivasi untuk belajar. Dengan
sikap keilmiahan yang baik, konsep-konsep dalam Sains lebih mudah
dipahami oleh siswa. Begitu juga, dengan motivasi belajar yang tinggi,
kegiatan pembelajaran Sains juga menjadi lebih mudah mencapai tujuannya,
yaitu pemahaman konsep-konsep Sains. Jadi, tampaknya ada hubungan yang
kuat antara motivasi belajar dengan sikap keilmiahan yang terbentuk
sebagai akibat dari penerapan metode inquiry.
Rasa ingin tahu yang
tinggi dapat dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa
manusia memiliki kebutuhan yang salah satunya kebutuhan untuk mengetahui
dan kebutuhan untuk memahami. Oleh karena itu, metode inquiry yang
biasa diterapkan dalam pembelajaran Sains secara tidak langsung
sebenarnya mencoba memenuhi salah satu kebutuhan manusia tersebut.
Seperti
yang telah diuraikan dalam deskripsi teoretik di depan, komponen
pertama dalam metode inquiry adalah question atau pertanyaan. Dalam
pandangan teori-teori motivasi behavioral, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan guru dapat diartikan sebagai rangsangan (arousal) atau dorongan
(drive). Adanya rangsangan dan dorongan ini menyebabkan siswa
termotivasi untuk meresponnya melalui kegiatan ilmiah, yaitu mencari
jawaban dari pertanyaan. Kegiatan ilmiah yang dilakukan, sesuai teori
Hull tidak lain adalah upaya untuk mengurangi dorongan atau drive.
Yang
perlu diperhatikan dalam memberikan pertanyaan kepada siswa adalah
bahwa ada rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu sesuai
dengan Optimal Arousal Theory. Sebab, jika rangsangan yang diberikan
terlalu tinggi, maka motivasi siswa justru dapat turun kembali. Harus
juga dipertimbangkan apa yang oleh Field Theory disebut sebagai jarak
psikologis ke suatu tujuan; dalam memberikan pertanyaan, sebaiknya
“jarak” antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan jawaban
yang diharapkan tidak terlalu jauh, supaya motivasi untuk menjawab
pertanyaan tersebut besar karena jarak psikologis tersebut berbanding
terbalik dengan motivasi.
Dalam pandangan teori-teori motivasi
Cognitive, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam
pembelajaran Sains dengan metode inquiry sama artinya dengan menciptakan
ketidakcocokan (konflik) antara apa yang dipikirkan oleh siswa dengan
apa yang seharusnya menjadi jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Cognitive Dissonance Theory menyiratkan bahwa jika guru dapat
menciptakan konflik-konflik tersebut, maka siswa akan berusaha
(termotivasi) untuk mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola
pikirnya.
Sementara menurut Expectation Theory, jika seseorang merasa
tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia
tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia
tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil
kemungkinan bahwa ia akan terlibat dan termotivasi dalam aktivitas
belajar. Oleh karena itu, jika metode inquiry diharapkan dapat
meningkatkan motivasi siswa, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru
kepada siswa memiliki batasan-batasan tertentu, misalnya siswa harus
merasa dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang
disyaratkan dalam metode pembelajaran Inquiry, yang oleh Garton disebut
sebagai pertanyaan essential, antara lain harus memenuhi ciri-ciri
sebagai berikut (Garton, 2005).
• dapat ditanyakan berulang-ulang
• menunjukkan kepada siswa hubungan antara beberapa konsep dalam sebuah subjek
•
muncul dari usaha untuk belajar lebih jauh mengenai kehidupan, berupa
pertanyaan umum dan membuka pertanyaan-pertanyaan lebih jauh
• menuntun pada konsep utama subjek tertentu, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita mengetahuinya atau mengapa
• memberikan stimulus dan menumbuhkan minat untuk menyelidiki; melibatkan siswa dan menimbulkan curiosity
• melibatkan level berpikir yang lebih tinggi
• tidak dapat langsung dijawab
• tidak dapat dijawab hanya dengan satu kalimat
Contoh pertanyaan essential antara lain:
• “Apa yang menyebabkan sebuah zat disebut zat padat, zat cair, atau gas?”
• “Darimana datangnya ayam dan bagaimana cara kerja telur ayam sehingga bisa menjadi ayam?”
• “Mengapa bentuk bulan berubah-ubah?”
Dalam
proses pembelajaran, guru dan siswa bersama-sama mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan lain, yang oleh Garton disebut pertanyaan unit,
untuk menjawab pertanyaan essential. Ciri pertanyaan unit antara lain:
• menanyakan konsep-konsep apa saja yang terdapat dalam subjek pertanyaan essential
• membantu siswa menjawab pertanyaan essential secara lebih spesifik
Contoh pertanyaan unit antara lain:
• Apa saja contoh zat padat, zat cair, dan gas?
• Apakah ciri-ciri zat padat, zat cair, dan gas?
Komponen
kedua dan ketiga dalam metode inquiry adalah student engangement
(keterlibatan) dan cooperative interaction (interaksi kerjasama). Kedua
hal ini akan dibahas bersamaan karena memiliki kedekatan. Keterlibatan
siswa dan interaksi kerjasama dapat ditinjau berdasarkan teori-teori
motivasi Psychoanalitic, Humanistic, dan Social Cognition.
Dalam
pandangan Theory of Socioemotional Development, yang paling mendorong
atau memotivasi perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah
interaksi sosial. Dalam pembelajaran dengan metode inquiry, ketika siswa
merasa dilibatkan oleh guru (lingkungan) dalam proses menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan melakukan interaksi dengan sesama siswa
melalui kerja kelompok, maka perilaku dan kepribadiannya berubah ke arah
yang lebih baik, yaitu ikut aktif terlibat dalam kegiatan dan mau
bekerjasama. Supaya keterlibatan dan kerjasamanya dapat diterima oleh
lingkungan, maka ia harus menyiapkan diri sebaik mungkin, misalnya
dengan membaca banyak buku teks. Artinya, motivasi belajar siswa
meningkat.
Dalam pandangan teori Maslow, manusia memiliki kebutuhan
akan penghargaan dan aktualisasi diri. Kesempatan siswa untuk terlibat
dan bekerjasama dalam sebuah pembelajaran dengan metode inquiry dapat
dikatakan sebagai kesempatan untuk memenuhi dua kebutuhan - penghargaan
dan aktualisasi diri - tersebut. Dengan demikian, metode inquiry
memberikan ruang bagi siswa untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga siswa
pun akan memiliki motivasi yang tinggi, tentu saja motivasi dalam
belajar.
Keterlibatan dan interaksi kerjasama dalam pembelajaran
Sains dengan metode inquiry juga dapat ditinjau berdasarkan teori Social
Cognition, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat terjadi
antara lain melalui attention dan motivation. Attention, artinya siswa
memperhatikan lingkungan melalui keterlibatannya. Motivation, artinya
lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku.
Contoh konsekuensi adalah dianggap tidak aktif terlibat dan tidak dapat
bekerjasama. Untuk menghindari konsekuensi ini, siswa termotivasi untuk
belajar sehingga konsekuensi yang diperoleh adalah konsekuensi yang
positif.
Komponen keempat dalam metode inquiry adalah performance
evaluation. Performance evaluation dapat ditinjau dari Expectation
Theory yang menyatakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari expectation,
reward, dan nilai. Dalam performance evaluation, siswa akan berusaha
sebaik-baiknya dengan expectancy mendapatkan reward (misalnya nilai yang
baik). Dengan demikian, sesuai teori ini motivasi siswa akan meningkat
karena metode inquiri mengandung performance evaluation. Hal sebaliknya
dapat dinyatakan bahwa motivasi siswa akan rendah dalam suatu
pembelajaran yang tidak memasukkan unsur performance evaluation di
dalamnya.
Mirip dengan Expectation Theory, Social Learning Theory
juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah
expectation dan nilai reinforcement. Dengan demikian, melalui
performance evaluation ini motivasi siswa akan meningkat karena
expectation siswa yang tinggi.
Berdasarkan teori Maslow, dalam
performance evaluation siswa diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan
akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Artinya, adanya
kesempatan ini menyebabkan motivasi siswa meningkat agar dapat memenuhi
kebutuhan tersebut.
Komponen kelima dalam metode inquiry adalah
Variety of Resources. Komponen ini dapat dikaitkan dengan teory
Curiosity Berlyne yang menyimpulkan bahwa curiosity meningkatkan
motivasi belajar siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru
menimpulkan ketidakpastian atau konflik konseptual dalam diri siswa.
Konflik konseptual ini akan menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dalam
diri siswa. Untuk menjawab rasa ingin tahunya, siswa harus memiliki
banyak pengetahuan, yang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber
belajar. Artinya, dalam metode inquiry sebenarnya guru menciptakan
curiosity siswa, yang meningkatkan motivasi belajarnya, dan guru
kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan rasa ingin
tahunya tersebut melalui berbagai macam sumber belajar. Tentu saja,
peranan guru sangat penting dalam memilihkan sumber belajar yang tepat
agar siswa tidak terlalu lama dalam keadaan “belum menemukan jawaban”,
karena hal ini dapat menurunkan kembali motivasinya.
C. Kalau Bisa Optimis Mengapa Mesti Pesimis?
Ketika
rasa rendah diri dan pesimis melingkupi ruang hati kita, katakanlah
dengan penuh keyakinan bahwa diri kita adalah anugerah terindah yang
diciptakan oleh Tuhan ke muka bumi ini. Diri kita inin indah, apalagi
kita sendiri mampu mengakuinya. Rasa optimis dan percaya diri tidak akan
hadir kepada orang-orang yang selalu memandang rendah diri sendiri.
Rasa optimis hanya akan hadir kepada mereka yang berbahagia dengan
kelebihan berikut kekurangan dirinya.
Setiap manusia punya kuasa,
bukannya tidak berdaya. Kita punya kuasa untuk mematuhi, sama besarnya
dengan kuasa untuk tidak mematuhinya. Pemegang keputusan tertinggi
terhadap pilihan yang akan kita buat dalam hidup ini, adalah “diri kita
sendiri”. Orang lain memang bisa mempengaruhi keputusan hidup kita,
tetapi pilihan apakah kita mau terpengaruh atau tidak adalah diri kita
sendiri.
Jangan pernah menyerah terhadap kesedihan dan penderitaan
yang “saat ini” menimpa diri kita. Yakinlah ketika kita mampu
melampauinya, “tidak lama lagi” kita akan mampu melihat bahwa ada hikmah
dan berkah yang indah dari setiap kesedihan dan penderitaan yang kita
alami.
Kita tidak akan pernah mampu mengubah warna dunia dengan
memaksa orang lain mengikuti warna yang kita inginkan. Itu dikarenakan
kaca mata yang dipakai orang lain pakai. Maka apabila kita ingin
mengubah warna dunia mulailah dari diri kita sendiri. Berbahagialah
dengan keberadaan diri kita, maka dunia akan lebih indah bersama
keberadaan kita.
Apabila kebencian diubah menjadi cinta, maka hukum
penolakan akan digantikan dengan hukum penerimaan. Jangan pernah
mengerami rasa dendam di dalam hati kita. Karena rasa dendam lebih kuat
dibandingkan rasa cinta. Begitu rasa dendam kepada orang lain menguasai
hati, kita akan sangat sulit berkonsentrasi untuk memberdayakan diri
kita sendiri.
Kesadaran adalah perasaan. Perasaan adalah kekuatan
maha dasyat yang bisa dipakai setiap saat, untuk kebaikan atau
keburukan, tergantung pilihan kita. Untuk itulah kita perlu selalu
mencermati perasaan kita. Apakah domain ke arah positif atau negatif?
Apabila perasaan negatif mulai muncul, “waspadalah”, karena itulah awal
mula kegagalan hidup kita. Mulailah hari-hari kita dengan rasa optimis,
maka hari-hari kita akan lebih indah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulannya
adalah motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan
ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama
dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Terdapat
beberapa teori motivasi.
Makalah yang telah disusun dengan sebaik mungkin ini diharapkan dapat membantu para pembaca khususnya mahasiswa dalam pembahasan tentang teori dan konsep motivasi dalam hal ini motivasi berprestasi, selain itu makalah ini diharapkan dapat memberikan perbandingan pendangan dengan apa yang telah diperoleh dilingkungan pendidikan.
Pengumpulan data dengan teliti dan valid adalah pedoman yang dipegang
dalam pembuatan makalah ini, dengan demikian pekerjaan dapat
diselesaikan dengan baik akan mendapat hasil yang sempurna. Saya
mengharapkan semua data dan pengetahuan yang didapat dari sumber-sumber
yang sah dimana saya mancari data dapat bermanfaat dimasa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. 2010. Motivasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi. diakses pada tanggal 09 November 2010.
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232
Tunggarawae. 2008. Teori-teori motivasi.